Rabu, 28 Oktober 2009

JEAN HENRY DUNANT
By: Tri Wahyuni {8g}
All In OnE
All Is Never Became One But all can Be in One
RIWAYAT SINGKAT JEAN HENRY DUNANT
Jean Henry Dunant adalah Bapak Palang karena beliaulah pendiri dan pelopor berdirinya Palang Merah.J.H. Dunant lahir di Swiss pada tanggal 8 Mei 1828 (ditetapkan sebagai Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional) Ayahnya bernama Jean Jacques Dunant dan Ibunya bernama Antoinette Colladon.
SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA PALANG MERAH
Pada tanggal 24 Juni 1859 di solferino Itali Utara, pasukan Prancis dan Italia sedang bertempur melawan pasukan Austria. Pada saat itu H.Dunant tiba disana dengan harapan dapat bertemu dengan Kaisar Prancis (Napoleon III).H. Dunant secara kebetulan menyaksikan pertempuran itu. Saat itu dinas medis militer kewalahan dalam menangani korban perang yang mencapai 40.000 orang. Tergetar oleh penderitaan tentara yang terluka H. Dunant bekerjasama dengan penduduk setempat segera bertindak mengkoordinasikan bantuan untuk mereka.Setelah kembali ke Swiss, H. Dunant menggambarkan pengalaman itu ke dalam sebuah buku yang berjudul : UN SOUVENIR DE SOLFERINIO/ A MEMORI OF SOLFERINO yang artinya Kenang-kenangan dari solferino TAHUN 1862.Dalam bukunya H. Dunant mengajukan 2 gagasan, yaitu :
1. Membentuk organisasi Sukarelawan, yang akan disiapkan dimasa damai untuk menolong para prajurit yang terluka di medan perang.
2. Mengadakan perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cidera di medan perang ,serta sukarelawan dari organisasi tersebut pada waktu memberikan perawatan.
Th. 1863 Empat orang warga Jenewa bergabung dengan H. Dunant untuk mengembangkan kedua gagasan tersebut. Empat orang tersebut adalah :
1. General Dufour
2. Dr. Theodore
3. Dr. Louis Appia
4. Gustave Moynier
Yang kemudian mereka bersama-sama membentuk “Komite Internasional Palang Merah” (KIPM) atau “International Committee Of the Red Cross” (ICRC).Berdasarkan gagasan pertama didirikanlah sebuah Organisasi Sukarelawan di setiap negara, yang bertugas membantu dinas medis angkatan darat pada waktu perang. Organisasi tersebut sekarang disebut LRCS (Loague Of The Red Cross Society) atau LPPMI ( Liga Perhimpunan Palang Merah) yang dibentuk tanggal 5 Mei Tahun 1919. Tahun 1992 berubah menjadi Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah . Palang Merah lahir berdasarkan keinginan untuk membantu korban perang, dan untuk pelaksanaan tugasnya pada tanggal 22 Agustus 1864 atas Prakarsa ICRC, Pemerintah Swiss menyelenggarakan Konferensi yang diikuti 12 negara yang dikenal dengan Konvensi Genewa( The Genewa Conventions Of August 12 1949 ).Kovensi Jenewa adalah perjanjian Internasional yang memuat aturan pokok tertentu yang mengikat dan berlaku terhadap negara-negara yang telah menandatanganinya.Syarat suatu negara dalam menandatangani Konvensi Jenewa :
1. Negara Merdeka
2. Negara yang mempunyai perhimpunan Palang Merah
3. Mengakui dan Menandatangani Konvensi Jenewa
Konvensi Genewa terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. Konvensi I (1864)Mengatur tentang perbaikan nasib korban perang di darat
2. Konvensi II (1906)Mengatur tentang Perbaikan nasib korban perang di laut dan karam
3. Konvensi III (1929)Mengatur tentang perlakuan terhadap tawanan perang
4. Konvensi IV (1949) 12 Agustus Mengatur tentang perbaikan nasib orang-orang sipil di
waktu perang
Pengakuan Indonesia terhadap Konvensi Jenewa di wakili oleh Deplu atas nama pemerintah ditetapkan di jakarta tanggal 10 September 1959 berdasarkan UU. No.59/1958Dalam perkembangannya pada tahun 1977 atas prakarsa pemerintah Swiss diselenggarakan Konferensi Diplomatik di jenewa untuk membahas 2 buah rancangan Protokol tambahan Konvensi Jenewa ,yaitu :
1. Protokol tambahan I mengenai Perlindungan terhadap korban sengkete bersenjata International (Protokol Additional to the Genewa Convention of 1949 and relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts).2. Protokol Tambahan II mengenai Perlindungan terhadap korban sengketa bersenjata Non-International (Protokol Additional to the Genewa Convention of 1949 and Relating to the Protection of Victims of non International Armed Conflicts).Kewajiban negara peserta Konvensi Genewa :1. Mematuhi dan menghormati aturan Konvensi Genewa
2. Melaksanakan aturan Konvensi Genewa dengan membuat UU tentang pemberian sanksi pelaku pelanggaran berat.
3. Menyebarluaskan Pengertian Konvensi genewa.
Pada tanggal 24 juni 1859 di kota Salvarino Italia Utara, terjadi sebuah perang yang hebat antara pasukan khusus dan pasukan Austria. Pada hari yang sama, seorang pemuda yang berasal dari Swiss yang bernama Jean Henry Dunant tiba di dekat kota Kastiliqlon. Sebelumnya, ia mempunyai harapan untuk bisa bertemu dengan kaisar Perancis yaitu Kaisar Napoleon III dengan tujuan berbisnis. Namun di tengah perjalanannya menuju Perancis, hatinya tergetar oleh penderitaan para tentara yang menjadi korban perang hebat tersebut. Dalam perang yang mengerahkan 32.000 tentara itu, ada diantaranya 40.000 tentara yang tewas. Selain itu, banyak tentara yang mengalami luka-luka, namun tidak mendapat pertolongan sama sekali. Tentara-tentara itu meninggal bahkan hanya dianggap seperti lalat.
Dengan segera Jean Henry Dunant membentuk sebuah organisasi pertolongan dengan mengkoordinasi tim penolong bagi korban perang. Ada beberapa orang yang membantu Jean Henry Dunant dalam melaksanakan tindakannya, diantaranya adalah Dr. Apia, Jenderal Dou For, Dr Maurok, dan Ahli Hukum Meyner.
Jean Henry Dunant juga menulis sebuah buku yang berisi :
Sesungguhnya tak ada manusia yang rela bergelut dengan kepedihan, berkawan dengan rintihan, intim dengan luka perih, akrab dengan keluhan. Namun Jean Henry Dunant (1828-1910), tak hanya berusaha mengakrabkan diri dengan kepedihan ini, namun juga mengabdikan hidupnya demi kemanusiaan dan mempelopori berdirinya organisasi kemanusiaan di tengah bencana perang. Demi menyaksikan akibat perang di solferino thn 1862, yang mana sekitar 40,000 pemuda menjadi korban keganasan Perang antara Prancis-Italia melawan Austria, pemuda pengusaha kaya ini sensitifitasnya tergerak untuk memberikan pertolongan medis kepada tentara-tentara naas itu. Dengan meneriakkan slogan “Tutti fratelli” (All are brothers/semua bersaudara) ia mengajak penduduk setempat, terutama para wanita untuk turut membantu meringankan penderitaan tentara-tentara itu. Dari pengalaman menyedihkannya di solferino itu, Dunant kemudian menulis buku mengisahkan bencana kemanusiaan akibat perang itu dalam bukunya “Un Souvenir de solferino” (A Memory of Solferino) yang kemudian menggemparkan Eropa yang sedang dilanda perang berkepanjangan. Dalam bukunya, Henry Dunant juga mengajukan dua gagasan; Pertama, membentuk organisasi kemanusiaan internasional, yang dapat dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang cedera di medan perang. Kedua, memaklumatkan konvensi internasional bagi perlindungan prajurit yang cedera di medan perang, sukarelawan dan organisasi kemanusiaan yang memberikan pertolongan pada saat perang tanpa memandang keberpihakan pada pihak yang berperang.
Palang merah yang pertama kali beranggotakan sebanyak 32 orang, dan dengan adanya buku kenangan Solverine maka pada akhirnya di masing-masing Negara dibentuklah suatu organisasi yang bergerak di bidang pertolongan bagi para korban perang.

PALANG MERAH INTERNASIONAL
Palang Merah adalah suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan dengan sukarela berdasarkan prikemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan tanpa membedakan bangsa, agama dan politik.Tiga macam Lambang Palang Merah yang resmi diakui Internasional :
1. Palang Merah diatas warna dasar putihAdalah kebalikan dari bendera Swiss sebagai lambang yang diakui untuk menghormati negara Swiss atau kewarganegaraan Dunant(1864 )
2. Bulan sabit Merah diatas warna dasar putih digunakan dinegara Arab ( 1876 )
3. Singa dan Matahari Merah diatas warna dasar putih digunakan dinegara Iran.
Arti Pemakaian Tanda Palang Merah Pada Waktu Perang Melindungi korban perang baik sipil atau militer, kesatua kesehatan dan RS yang ditunjuk sebagai RS Palang merah oleh yang berwajib.• Pada Waktu Damai Di pakai sebagai petunjuk oleh jawatan kesehatan angkatan perang, Palang Merah Nasional dan beberapa Organisasi yang diberi ijin untuk memakainya.
TUGAS PALANG MERAH :
Pada Waktu Perang : 1. Membantu Jawatan Kesehatan angkatan Perang
2. Memberi Pertolongan pada waktu perang
Pada waktu damai :
1. Membangkitkan perhatian umum terhadap azas dan tujuan Palang Merah
2. Menyebarluaskan Cita-cita Palang Merah Berdasarkan Prikemanusiaan
3. Menyiapkan tenaga dan sarana Kesehatan/bantuan lainnya untuk menjamin kelancaran tugas palang Merah.
4. Memberi bantuan dan pertolongan pertama dalam setiap musibah/kecelakaan.
5. Menyelenggarakan PMR
6. Turut memperbaiki Kesehatan rakyat
7. Membantu Mencari Korban Hilang ( TMS ).PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNATIONAL
Prinsip dasar Palang Merah dikenal dengan 7 Prinsip Palang Merah yang disahkan di Wina ( Austria ) oleh Konferensi International Palang Merah dan Bulan Sabit Merah XX tahun 1965.Terdiri atas :
1. Kemanusiaan ( Humanity )Bahwa gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah didirikan berdasarkan keinginan untuk memberikan pertolongan tanpa membedakan korban dalam pertempuran, berusaha mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia.
2. Kesamaan ( Importiality )Bahwa gerakan ini tidak membedakan bangsa, suku, agama dan politik, tujuannya semata-mata untuk mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan yang paling parah.
3. Kenetralan ( Neutrality )Bahwa gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan Politik, agama, suku, atau ideologi agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak.
4. Kemandirian ( Independence )Bahwa gerakan ini bersifat mandiri, tugasnya membantu pemerintah dalam bidang kemanusiaan, harus mentaati peraturan negaranya dan harus menjaga otonomi negaranya sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip pelang merah.
5. Kesukarelaan ( Voluntari Service )Gerakan ini memberi bantuan secara sukarela bukan keinginan mencari keuntungan.
6. Kesatuan ( Unity )Gerakan ini dalam suatu negara hanya terdapat satu perhimpunan palng merah atau bulan sabit merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7. Kesemestaan ( Universality )Bahwa gerakan ini bersifat semesta dimana setiap perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama.
SEJARAH PALANG MERAH INDONESIA
Seperti Palang Merah International, lahirnya PMI juaga berkaitan dengan peperangan yang diawali pada:
1. Masa Sebelum Perang Dunia Ia. 21 Oktober 1873 Palang merah Hindia Belanda dibentuk dengan nama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI).b. Tahun 1932 Dr. RCL Senduk dan Bahder Djohan merencanakan mendirikan badan PMI namun ditolak oleh pemerintah Belanda.c. Tahun 1940 pada sidang Konferensi NERKAI, rencana itu dikemukakan kembali namun tetap ditolak dengan alasan pemerintah Indonesia belum mampu mengatur Badan palang Merah nasional.
2. Masa Pendudukan JepangDr. RCL Senduk berusaha kembali untuk mendirikan Badan PMI namun gagal karena ditolak oleh Pemerintah Dai Nippon.
3. Masa Kemerdekaan RI1. Tanggal 3 September 1945 presiden Soekarno memerintahkan kepada Menkes Dr, Buntaran Martoadmodjo untuk membentuk badan PM Nasional.2. Tanggal 5 September 1945 Menkes RI dalam Kabinet I (dr. Boentaran ) membentuk Panitia 5 :Ketua : Dr. R. Mochtar, Dr. Bahder DjohanAnggota, Dr. Djoehana, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala. 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang dilantik oleh Wakil Presiden RI “Moch. Hatta”, yang sekaligus sebagai ketua dan beliau dikenal dengan Bapak Palang Merah Indonesia.Pengurus PMI Pertama yaitu :
Ketua : Drs. Moh.
HattaWakil ketua : Dr. Boentaran Martoadmodjo
Badan Penulis : Dr. MochtarDr. Bahder DjohanMr. Santuso
Bendahara : Mr. SaubariPenasehat : KH. Rd. Adenan, Ditambah pengurus lainnya.


4. Beberapa Peristiwa Sejarah penting :
1. Tanggal 16 januari 1950 dikeluarkan Kepres No. 25/1950 tentang pengesahan berdirinya PMI.
2. Tanggal 15 Juni 1950 PMI diakui oleh ICRC3. Tanggal 16 Oktober 21950 PMI diterima menjadi anggota Federasi Palang Merah dan Bulan sabit Merah dengan keanggotaan No. 68.Nama-nama Tokoh yang pernah Menjadi Ketua PMI :1. Ketua PMI ke 1 (1945-1946) : Drs. Moh Hatta. Ketua PMI ke 2 (1946-1948) : Soetardjo Kartohadikoesoemo3. Ketua PMI ke 3 ( 1948-1952) : BPH. Bintoro4. Ketua PMI ke 4 (1952-1954) : Prof. Dr. Bahder Djohan5. Ketua PMI ke 5 (1954-1966) : P.A.A. Paku alam VIII6. Ketua PMI ke 6 (1966-1969) : Letjen Basuki Rachmat7. Ketua PMI ke 7 (1970-1982) : Prof.Dr. Satrio8. Ketua PMI ke 8 (1982-1986) : Dr. H.Soeyoso Soemodimedjo9. Ketua PMI ke 9 (1986-……) : Dr. H.Ibnu Sutowo.Azas dan Landasan PMIa. Pancasila sila Kemanusiaan Yang adil dan beradab, yang terdiri dari 8 butirb. Pembukaan UUD 1945, alinea I dan IVc. Batang Tubuh UUD 1945- Pasal 27 ayat 2- Pasal 34
PALANG MERAH REMAJATingkatan anggota PMR :
1. Tingkat Mula untuk SD umur 7-12 Th.
2. Tingkat Madya untuk SLTP umur 13-16 Th.
3. Tingkat Wira untuk SMU umur 17-21 Th.PMR dibentuk bulan Maret 1950 berdasarkan keputusan LRCS
3 organisasi palang merah :
a. LIPM (1802)
b. Liga Pertempuran Palang Merah (1914)
c. Palang Merah di masing-masing Negara (1954)
7 prinsip Palang Merah :
Kemanusiaan
Kesamaan
Kenetralan
Kemandirian
Kesukarelaan
Kesatuan
Kesemestaan



Tak seorang pun yang lebih berhak atas penghargaan Nobel Perdamaian pertama ini, selain Henry Dunant, yang selama 40 tahun mempelopori organisasi kemanusiaan dalam meringankan penderitaan para prajurit yang terluka di medan perang. Tanpanya, Palang Merah mungkin tak akan pernah berdiri. (ICRC, atas penghargaan Nobel Perdamaian 1901). Foto disamping: Tugu Henry Dunant di Heiden Switzerland, source;
Kenangan dari SolferinoSesungguhnya tak ada manusia yang rela bergelut dengan kepedihan, berkawan dengan rintihan, intim dengan luka perih, akrab dengan keluhan. Namun Jean Henry Dunant (1828-1910), tak hanya berusaha mengakrabkan diri dengan kepedihan ini, namun juga mengabdikan hidupnya demi kemanusiaan dan mempelopori berdirinya organisasi kemanusiaan di tengah bencana perang. Demi menyaksikan akibat perang di Solferino thn 1862, yang mana sekitar 40,000 pemuda menjadi korban keganasan Perang antara Prancis-Italia melawan Austria, pemuda pengusaha kaya ini sensitifitasnya tergerak untuk memberikan pertolongan medis kepada tentara-tentara naas itu. Dengan meneriakkan slogan “Tutti fratelli” (All are brothers/semua bersaudara) ia mengajak penduduk setempat, terutama para wanita untuk turut membantu meringankan penderitaan tentara-tentara itu. Dari pengalaman menyedihkannya di Solferino itu, Dunant kemudian menulis buku mengisahkan bencana kemanusiaan akibat perang itu dalam bukunya Un Souvenir de Solferino” (A Memory of Solferino) yang kemudian menggemparkan Eropa yang sedang dilanda perang berkepanjangan. Dalam bukunya, Henry Dunant juga mengajukan dua gagasan; Pertama, membentuk organisasi kemanusiaan internasional, yang dapat dipersiapkan pendiriannya pada masa damai untuk menolong para prajurit yang cedera di medan perang. Kedua, memaklumatkan konvensi internasional bagi perlindungan prajurit yang cedera di medan perang, sukarelawan dan organisasi kemanusiaan yang memberikan pertolongan pada saat perang tanpa memandang keberpihakan pada pihak yang berper
Palang Merah Internasional Berdasarkan pada keyakinan akan kebenaran gagasannya yang kuat untuk mengubah perang menjadi kedamaian, ia meninggalkan perniagaannya yang sukses untuk menggagas pembentukan organisasi kemanusiaan yang kemudian dikenal sebagai International Commitee of the Red Cross (ICRC) atau Organisasi Palang Merah Internasional pada tahun 1863.
ICRC kemudian dikenal secara sebagai lembaga kemanusiaan yang bersifat mandiri, dan penengah yang netral. ICRC berdasarkan prakarsanya atau konvensi-konvensi Jenewa 1949 berkewajiban memberikan perlindungan dan bantuan kepada korban dalam pertikaian bersenjata internasional maupun kekacauan dalam negeri. Selain memberikan bantuan dan perlindungan untuk korban perang, ICRC juga bertugas untuk menjamin penghormatan terhadap Hukum Perikemanusiaan internasional.
Atas usahanya yang gigih dalam kegiatan kemanusiaan ini, Henry Dunant kemudian mendapatkan anugerah Nobel Perdamaian pertama tahun 1901. Di kemudian hari, tanggal lahirnya 8 Mei juga dijadikan sebagai peringatan Hari Palang Merah Sedunia untuk mengenang jasa dan kepeloporan beliau dalam gerakan kemanusiaan. Henry Dunant, yang juga merupakan penggagas berdirinya negara Zionis Israel di tanah Palestina, kemudian meninggal sebatang kara di Rumah Perawatan Heiden pada tahun 1910. Ia meninggal dalam keadaan trauma terlilit utang perniagaan yang membuatnya bangkrut, namun ironisnya di saat yang sama memiliki kekayaan besar berupa rekening di bank Norwegia sebesar 104,000 Franc Swiss dari Komite Nobel. Hadiah nobel ini kemudian disumbangkan ke Rumah Perawatan Heiden dan beberapa yayasan sosial di Norwegia dan Swiss, dan sisanya digunakan untuk membayar sebahagian utangnya.
Organisasi duniaTak ada organisasi kemanusiaan yang cakupan realnya lebih luas daripada Palang Merah/Bulan Sabit Merah ini. Didirikan di 176 negara-negara di dunia, lembaga ini aktif menyebarkan bantuan kemanusiaan tanpa menghilangkan posisi netralnya, walau kadang2 tak mampu menghindari keterlibatannya dalam carut marutnya politik di negara-negara bencana, demi untuk menegakkan perdamaian. Dalam melaksanakan misi kemanusiaannya mereka selalu berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan Kesemestaan. Di Indonesia, selain aktif memberikan bantuan kemanusiaan di daerah-daerah bencana seperti bencana tsunami di Aceh – Nias 2004, bencana gempa Yogya Pangandaran (2006), juga aktif dalam menengahi konflik Aceh dan berbagai kampanye sosial seperti pencegahan penyebaran HIV/AIDS, Sanitasi sehat, transfusi darah dan sebagainya. Di Indonesia saat ini, terdaftar sekitar 700,000 anggota aktif PMIdari segala kelompok umur.
Mari BerbagiJauh melampaui kepentingan politik manapun, kisah heroik pejuang kemanusiaan ini sejatinya menjadi bumbu menarik di antara kesenjangan interaksi antar masyarakat kita yang makin individualistik. Tak ada motif ekonomi dan politik saat mereka terjun langsung menyentuh sisi keperihan terdalam dari para korban bencana, sebagaimana saat Henry Dunant menghibur seorang prajurit muda yang meregang nyawa dalam ketakutannya akan kematian dini yang menjelang. Tak jarang, nyawa sang pejuang kemanusiaan itu sendiri yang menjadi taruhan demi menyelematkan jiwa yang tak sempat dikenalnya.
Masyarakat kita, di tengah arus yang teramat kapitalistik, beberapa jengkal mulai meminggirkan nurani dan sensitifitas ke rongga terluar, sementara perut dan jantungnya berdegup kencang tatkala keberuntungan ekonomi terbayang di benak. Karena itulah tak ajaib ketika kita mengetahui si pejabat ini korupsi, si LSM ini menggelapkan dana bencana, si polisi ini kena suap, si anggota DPR itu penikmat narkoba, belum lagi masyarakat biasa kita yang sudah karib dengan kriminalitas; kekerasan, narkoba, kejahatan sexual dll. Padahal awam kita yakini, dalam hak yang kita genggam ada sejumput hak orang lain yang kita bisa salurkan melalui sensitifitas nurani, kepekaan untuk berbagi. Mari berbagi, bahkan merujuk kepada da’i penyejuk hati Aa’ Gym; mulailah dari 3M; Mulai dari yang kecil, mulai saat ini dan mulai dari diri sendiri. Sekecil apapun wujud sensitifitas kita, Insya Allah akan menghasilkan energi besar yang menggerakkan orang lain. Sumbangan buat bulan dana PMI, membuka lapangan kerja kecil, memberi makan kaum miskin, pengemis dan anak terlantar, mengangkat anak asuh, mungkin tak akan begitu berat bagi kita, tapi begitu berarti buat yang lain. Asalkan saja, dan semoga tidak, sumbangsih kita tak pernah disalahgunakan bagi kaum dhuafa ini untuk menjadi lebih bermalas-malasan dalam memperjuangkan kesejahteraan.
Selamat memperingati Hari Palang Merah/Bulan Sabit Merah, semoga dunia makin damai dan sejahtera hingga pada saatnya nanti tak perlu lagi kita berbagi, amin!
Sejarah Palang Merah InternasionalTOKOH-TOKOH PALANG MERAH 1. FLORENCE NIGHTINGANLE (Ibu Perawat Sedunia)Florence Nightinganle adalah anak dari seorang bangsawan Willian Edward Shore dan isterinya bernama Frances Smith berkebangsaan inggris, lahir tanggal 12 Mei 1920 di Kota Florence Italia. Walaupun berasal dari keluarga bangsawan ia lebih suka bergaul dengan anak-anak rakyat biasa dan suka menolong orang-orang yang tengah berada dalam kesulitan. Didorong oleh kepribadiannya itulah, maka ia memillih pendidikan pada sekolah perawat dan bukan sekolah yang khusus disediakan untuk para bangsawan, perawat masih dianggap pekerjaan yang hinaPada saat ia mengabdi sebagai perawat di rumah sakit ia mendengar betapa hebatnya penderitaan prajurit di medan perang Krim, berita itu langsung menyentuh hatinya, ia menetapkan untuk pergi ke medan perang untuk merawat prajurit yang terluka.Pada tanggal 1 Oktober 1854, dengan menumpang kapal laut ia berangkat menuju laut hitam, dan tiba di Scutary. Di Rumah Sakit Scutary inilah ia bersama teman-temannya membantu prajurit yang luka dan sakit walaupun dalam keadaan serba kekurangan. Florence menjalankan tugasnya 24 jam sehari dengan istirahat sebisanya, pada malam hari ia selalu berkeliling memeriksa pasien dengan menenteng lentera ditangannya sehingga ia dikenal dengan julukan “Lady of the Lamp”.Florence yang setiap saat berada dalam suasana prihatin, ia tidak membiarkan satu orang prajuritpun menghembuskan nafas terakhir tanpa ia saksikan sendiri.Akhirnya peperangan dapat diselesaikan setelah berlangsung lebih dari dua tahun, bulan Juli 1856 angkatan perang Inggris akan ditarik kembali, tetapi Florence belum mau ikut pulang sebelum Rumah Sakit benar-benar kosong dari penderita.Sebagai pahlawan kemanusiaan Florence mendapat berbagai penghargaan dari pemerintah Inggris. Florence meninggal pada tanggal 13 Agustus 1910.2. JEAN HENRY DUNANT (Bapak Palang Merah Sedunia)Jean Henry Dunant lahir pada hari Kamis tanggal 8 Mei 1826, di Ridverdine Genewa Swiss. Ayahnya berna aJean Jacques Dunant seorang anggota Dewan Republik Swiss dan Ibunya bernama Anne Antoniette Colladone keturunan bangsawan Perancis.Terpengaruh oleh pekerjaan ayahnya sebagai ketua yayasan yatim piatu, Henry Dunant memiliki dasar-dasat kepribadian yang halus dan senantiasa menolong mereka yang menderita. Pada usia 18 tahun ia mengikuti Young Men Criton Assocacosution di Perancis sebuah perhimpunan yang bertujuan meringankan penderitaan sesama manusia.Di Alzazair Henry Dunant membangun usaha perkebunan dan penggilingan gandum, tetapi pada usia 30 tahun, ia dihadapkan pada cobaan dimana usahanya mulai mengalami kesulitan dana. Kesulitan lain yang dialami Dunant ialah karena ia bukan warga Negara Perancis, maka ia tidak begitu saja memperoleh konsensi atas penggunaan air bagi penggilingan gandumnya. Untuk itu, bagi Dunant tidak ada jalan lain kecuali berusaha menemui Napoleon III, yang kebetulan sedang berada di daerah Italia Utara untuk memimpin perang menghadapi Austria.Dengan tekad bulat ia berangkat ke Itali mengikuti angkatan perang Perancis dengan maksud akan lebih mudah bertemu dengan Napoleon III. Namun apa yang dialami Dunant bukannya bertemu dengan Napoleon III untuk kepentingan bisnisnya tetapi ia terperangkap dalam wilayah pertempuran Perancis – Sardinia di Solferino.Dengan mengesampingkan bisnisnya, Dunant bersama masyarakat setempat melakukan berbagai usaha untuk membantu prajurit yang luka dan sakit.Sepulangnya dari Solferino ia mulai menulis buku, dan buku ini diterbitkan bulan November 1862 yang diberi judul “Un Souvenir de Solferino” atau kenang-kenangan di bukit Solferino. Buku ini tidak hanya memuat tentang betapa hebatnya pertempuran dan penderitaan prajurit kedua pihak yang berperang dan tentang pengalaman Dunant sendiri, tetapi yang lebih penting dari itu adalah ide Henry Dunant yang menyatakan perlunya organisasi-organisasi sukarela yang bersifat internasional dan bebas untuk melakukan kegiatan pemberian bantuan bagi prajurit yang luka dan sakit di medan pertempuran tanpa adanya diskriminasi.Dalam proses perkembangannya setelah terbentuknya perhimpunan-perhimpunan Palang Merah nama Jean Henry Dunant semakin populer dan mendapat sanjungan dimana-mana. Tetapi sebaliknya bisnis yang ia jalankan hancur dan mengalami kebangkrutan usaha. Rumahnya terjual dan harta miliknya baik di Swiss maupun di luar negeri habis.Hancurnya bisnis dan habisnya harta Dunant justru karena kegiatannya di bidang kemanusiaan. “Henry Dunant mengalami penderitaan demi penderitaan”. Pada tahun 1867 Napoleon III mengadakan pameran besar di Paris. Dalam rangka pameran tersebut Henry Dunant menerima penghargaan berupa medali emas, dan Dunant diangkat oleh beberapa Negara di Eropa sebagai Ketua Palang Merah. Tahun 1901 Henry Dunant mendapat hadiah Nobel untuk perdamaian dunia. Dunant meninggal dalam usia 82 tahun, pada hari minggu tanggal 30 Oktober 1910 di Desa Appernzeller Heiden dan dimakamkan di Zurich. RIWAYAT HIDUP ANGGOTA KOMITE LIMAa.Henry DufourHenry Dufour pertama kali memasuki dinas kestentaraan yang akan dijalani seumur hidupnya pada tahun 1810, direkrut sebagai tentara Perancis Lima tahun sebelum Napoleon mangalami kekalahan di Waterloo. Dufour lahir di Costance pada tahun 1787. Ia mengalami luka pada tahun 1813 dan diobati di sebuah tahanan militer Inggris. Insinyur Sipil lulusan Encole Polytechnique Paris ini menghabiskan waktunya untuk membangun rel kereta api, jembatan dan perumahan.Swiss pada waktu itu belum membentuk konfederasi dan Dufour memainkan peran kunci dalam kampanye tentara Swiss untuk berjuang bagi sebuah negara bersatu. Pada tahun 1830, ia mengajukan khusus bagi bendera federal yang kemudian menjadi bendera negara tersebut dan sangat terkenal, Palang putih diatas dasar merah.Dufour, seorang Jendral menjadi kepala Staff tentara Swiss pada saat huru-hara seperti revolusi, perang kemerdekaan dan guncangan akibat pergantian rezim yang terjadi di seluruh Eropa. Namun ia adalah politisi yang sangat dihirmati. Pada awal tahun 1860-an ia bertemu Henry Dunant dan membantunya untuk mendirikan Palang Merah.
b. Gustave MoynierGustave Moynier sangat tertarik dengan bukunya Henrdy Dunant, “A Memory of Solferino”. Dua orang tersebut bertemu dan gabungkan gagasan. Mereka memainkan peran penting dalam pembentukan palang Merah.Moynier lahir pada tahun 1928, lulusan Sarjana Hukum di Jenewa dan Perancis. Menjadi seorang Pilantropis dan pembela hak-hak kemanusiaan dan sosial. Beliau menjadi Presiden dari ICRC sejak awal berdiri selama 46 tahun. Moynier dianggap sebagai arsitek utama organisasi.Pada tahun 1873, Moynier membantu pembentukan Institute of International Law di Jenewa yang kemudian dianggap sebagai tokoh pembela hak azasi manusia. Moynier sadar akan kabutuhan prioritas penyebaran makna hak azasi manusia secara luas.c.Dr. Theodore MounoirDr. Theodore Mounoir, seorang pendiri dan anggota Gerakan Palang Merah. Lahir di Jenewa pada tahu 1806 dan belajar kedokteran di Inggris dan Perancis. Dia menjadi ahli bedah dan anggota dari Dewan Kesehatan pada Komisi Kesehatan Lingkungan dan Kebersihan Masyarakat Jenewa. Talleyrand seorang Diplomat terkenal melihat bakat Mounoir dalam dunia diplomasi namun gagal membujuknya karena ia lebih memilih kedokteran.Mounoir adalah teman Louis Appia, seorang pendiri Palang Merah seperti dirinya. Buku Sejarah ICRC ‘From Solferino to Tushima’ karya Pierre Boissier menggambarkan Mounoir sebagai seorang yang memiliki kualitas tinggi. Selain cerdas dia juga tampan, dan isi surat-suratnya mencerminkan ia mempunyai rasa humor yang tinggi.Pemikirannya yang jelas dan akurat sangat membantu Dunant, Dufour, Moynier, dan Appia untuk mendirikan sebuah organisasi yang kemudian menjadi sebuah gerakan sukarela terbesar di dunia. Sampai dengan kematiannya pada tahu 1819, ia selalu disosialisasikan dengan ICRC.d. Dr. Louis AppiaDr. Louis Appia, Lahir pada tahun 1818 di Frankfurt dan memperoleh gelar Dokter di Heidelberg pada tahun 1843. Appia menaruh minat khusus pada perkembangan teknik bedah terhadap korban perang.Pada tahun 1859, pada suatu konflik, Appia memobilisasi sumber daya dan bantuan dana untuk menolong mereka yang terluka dan beliau sendiri bekerja di rumah sakit lapangan. Kerja sukarela untuk misi-misi seperti itu adalah bagian penting dari hidupnya.Dua tahun kemudian Appia diangkat sebagai Medical Society di Jenewa. Kamudian pada tahun 1863 beliau diminta untuk bekerja didalam sebuah komisi yang membahas gagasan Henry Dunant bagi peningkatan kondisi tentara – tentara yang terluka di medan perang. Komisi ini kemudian menjadi ICRC.Pada bulan Oktober 1863, Appia menyarankan agar para sukarelawan di zona perang seharusnya memakai pita lengan putih untuk mengidentifikasi mereka. Jendral Dufour kemudian menyarankan agar semua tanda pita lengan Palang Merah saja yang digunakan.

SEKILAS TENTANG FLORENCE NIGHTINGALE
Dua bayi perempuan dilahirkan di tengah keluarga William (W.E.N) dan Fanny Nightingale dalam suatu perjalanan panjang keliling Eropa. Parthenope, anak pertama, lahir di Napoli, Yunani. Putri kedua diberi nama sesuai dengan nama sebuah kota di Italia, tempat dia dilahirkan pada tanggal 12-Met 1820: Florence.
Florence Nightingale dibesarkan dalam sebuah keluarga kaya yang tinggal di luar kota London, dikelilingi pesta-pesta yang terus berlangsung, sebuah rumah musim panas bernama Lea Hurst, dan tamasya ke Eropa. Tetapi pada tahun 1837, pada usia tujuh belas tabun, dia menulis di buku hariannya, "Pada tanggal 7 Februari, Tuhan berbicara kepadaku dan memanggilku untuk melayani-Nya." Tetapi pelayanan apa?
Dia menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita -- bukan karena status sosial keluarga kaya -- saat dia merawat keluarga-keluarga miskin yang hidup di gubuk gubuk sekitar Embley, rumah keluarganya.
Pada saat Florence berusia dua puluh empat tahun, dia merasa yakin bahwa panggilannya adalah merawat orang sakit. Tetapi pada tahun 1840-an, para gadis Inggris terhormat tidak akan bersedia menjadi perawat. Pada masa itu, perawat tidak melebihi fungsi sebagai pembantu yang melakukan semua pekerjaan di rumah sakit -- rumah sakit umum (para orang kaya dirawat di rumah sendiri) -- dan dianggap sebagai peminum atau pelacur.
Tetapi Florence, yang belum menikah dan masih tinggal bersama orang tuanya, merasa hampir gila karena ketidakproduktifan dan rasa frustrasi. Dia bertanya kepada seorang dokter tamu dari Amerika, dr. Samuel Howe, "Apakah pantas bagi seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?" Dia menjawab, "Di Inggris, semua yang tidak biasa dianggap tidak layak. Tetapi bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak wajar bagi seorang wanita terhormat bila melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan bagi orang lain."
Florence sering bertanya-tanya, mengapa gereja Protestan tidak seperti Catholic Sisters of Charity -- suatu jalan bagi para wanita untuk mencurahkan hidupnya dengan melayani orang lain. Dr. Howe menceritakan kepadanya tentang Kaiserworth di Jerman, didirikan oleh Pendeta Theodor Fliedner. Tempat itu mempunyai rumah sakit yang dilengkapi ratusan tempat tidur, sekolah perawatan bayi, sebuah penjara berpenghuni dua belas orang, sebuah rumah sakit jiwa untuk para yatim, sekolah untuk melatih para guru, dan sekolah pelatihan untuk para perawat disertai ratusan diaken. Setiap kegiatan selalu diikuti dengan doa.
Bahkan sebelum dia memutuskan untuk pergi, dengan semangat tinggi Florence menanggapi bahwa Kaiserworth adalah tujuannya.
Tahun 1846, Florence melakukan perjalanan ke Roma bersama teman-temannya, Charles dan Selina Bracebridge. Pada perjalanan ini, dia bertemu dengan Sidney Herbert dan istrinya, Liz. Mereka adalah orang Kristen yang taat. Kemudian dia menjadi Menteri Perang dan seorang teman serta pendorong, semangat bagi Florence Nigtingale.
Pada bulan Juli 1850, di usianya yang ke-30, akhirnya Florence pergi ke Kaiserworth di Jerman selama dua minggu. Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal selama tiga bulan. Dia pulang dengan sikap baru. Sekarang dia tahu bahwa dirinya harus membebaskan diri dari kehidupannya yang terkekang.
Tiga tahun kernudian, dia melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang pertama sebagai pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed Circumstances. Dia memasukkan pemikiran-pemikiran baru ke dalam institusi itu dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat langsung memanggil para perawat dengan menekan bel. Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi sekte -- menerima semua pasien dari semua denominasi dan agama. (Komite institusi ini menginginkan agar institusi tersebut hanya menerima jemaat Gereja Inggris).
Pada tahun 1854, ketika Inggris dan Perancis mengumumkan perang terhadap Rusia untuk menguasai Crimea dan Konstantinopel -- pintu gerbang menuju Timur Tengah -- Sidney Herbert, sebagai Menteri Perang, meminta Florence untuk mengepalai sebuah tim perawat bagi rumah sakit militer di Scutari, Turki. Florence menggunakan kesempatan ini. Dia tiba bersama sebuah tim pilihan yang terdiri dari 38 orang perawat. Hanya 14 orang perawat yang mempunyai pengalaman di lapangan; 24 orang lainnya adalah anggota lembaga keagamaan yang terdiri dari Biarawati Katolik Roma, Dissenting Deaconnesses, perawat rumah sakit Protestan, dan beberapa biarawati Anglikan yang berpengalaman di bidang penyakit kolera. Teman-temannya, Charles dan Selina Bracebridge juga turut bersama tim tersebut untuk mendorong semangatnya.
Selama perang berlangsung, Florence menghadapi pertempuran berat untuk meyakinkan para dokter militer bahwa para perawat wanita pun diperlukan di sebuah rumah sakit militer. Perang Crimea telah membongkar sistem kemiliteran Inggris yang ternyata mengirim ribuan prajurit untuk menjemput kematiannya sendiri akibat kekurangan gizi, penyakit, dan diabaikan. Sebanyak 60.000 prajurit Inggris dikirim ke Crimea. Sejumlah 43.000 meninggal, sakit, atau terluka, dan hanya 7.000 yang terluka oleh musuh. Sisanya merupakan korban akibat lumpur, kekacauan, dan penyakit.
Pada saat perang akan berakhir, laporan dan saran Florence Nightingale membuat Inggris seperti dilanda badai. Dia menjadi pahlawan wanita negara tersebut. Pada tahun 1860, Sekolah Keperawatan Nightingale dibuka di London dan kelas pertamanya berisi lima belas orang murid wanita muda. Sepanjang hidupnya, sebelum dia meninggal saat sedang tidur pada usia sembilan puluh tahun di tahun 1910, dia bekerja tanpa lelah untuk mengadakan perubahan-perubahan di kemiliteran yang berhubungan dengan perawatan kesehatan dan medis.
Sebab dia telah bersumpah, "Semua yang terjadi di Crimea, tidak boleh terulang kembali.
Ketika pertama kali mendapat panggilan untuk melayani pada tanggal 7 Februari 1837, Florence Nightingale masih tidak tahu apa yang harus ia kerjakan bagi Tuhan. Meski demikian, jauh sebelum semakin yakin akan panggilannya sebagai seorang perawat, ia sangat gemar mengunjungi pasien-pasien di berbagai klinik dan rumah sakit. Hanya saja, ia mulai merasa kalau kunjungannya ke berbagai rumah sakit dan klinik itu hanya menghancurkan hati para pasien.
Sebagai keluarga yang berasal dari kalangan mapan, keinginan Florence untuk berkarier sebagai perawat mendapat tantangan keras. Ibu dan kakaknya sangat keberatan dengan jalur yang hendak ditempuh Florence. Sedangkan ayahnya, meski mendukung kegiatan kemanusiaan yang dilakukan putrinya ini, juga tidak ingin Florence menjadi perawat.
Pada masa itu, pekerjaan sebagai perawat memang dianggap pekerjaan yang hina. Alasannya:
perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti ke mana tentara pergi;
profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka sehingga profesi ini dianggap sebagai profesi yang kurang sopan untuk wanita baik-baik, selain itu banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada di rumah sakit dengan tidak senonoh;
perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas;
perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
Kesempatan untuk mengunjungi Kaiserswerth tampaknya menjadi titik balik baginya. Sebuah rumah sakit yang menjadi pionir dalam perawatan telah dibangun atas inisiatif Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya. Rumah sakit ini sendiri dibangun setelah Pendeta Theodor Fliedner prihatin melihat tidak adanya rumah sakit di kebanyakan kota. Rumah sakit yang kemudian juga menjadi tempat pelatihan para diaken ini, menjadi tempat bagi para wanita untuk belajar teologi dan keperawatan -- mengikuti model pelayanan gereja Kristen mula-mula. Florence berkunjung ke rumah sakit ini pada tahun 1846 dan setahun berikutnya, ia kembali ke sana untuk menempuh pendidikan keperawatan.
Meski demikian, ia harus menanti cukup lama hingga ia bisa menjadi seorang perawat, yaitu sekitar lima belas tahun. Waktu yang sedemikian ini belakangan diyakini Florence sebagai kehendak Tuhan yang menyatakan bahwa dirinya harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum terjun sebagai seorang perawat.
BERPERAN DALAM PERANG CRIMEAPada saat berusia 34 tahun, Florence berkesempatan untuk berbagian dalam Perang Crimea sebagai perawat. Saat itu, Perancis, Inggris, Kerajaan Sardinia, dan Kekaisaran Ottoman berperang melawan Kekaisaran Rusia. Tiba bulan November 1854 di Barak Selimiye, di Scutari dengan 38 rekan-rekannya, Florence melihat para prajurit yang terluka, tidak dirawat dengan baik. Obat-obatan yang minim ditambah dengan tidak diperhatikannya kehigienisan sering membawa akibat yang fatal bagi pasien. Peralatan untuk menyiapkan makanan bagi para pasien pun tidak tersedia.
Alhasil, dari 4.077 yang meninggal, sebagian besar meninggal karena penyakit tifus, tifoid (typhoid), kolera, dan disentri. Kenyataan yang demikian membuat Florence semakin yakin bahwa yang membunuh para prajurit justru kondisi tempat perawatan yang sangat buruk.
Sekembalinya ke Inggris, Florence mengumpulkan lebih banyak bukti yang disodorkannya kepada Komisi Kesehatan Angkatan Darat. Ia melaporkan betapa banyaknya prajurit yang meninggal akibat buruknya kondisi di barak-barak. Hal inilah yang kemudian memengaruhi karier keperawatan Florence.
WARISAN-WARISAN FLORENCE NIGHTINGALESalah satu warisan yang sangat berharga dari Florence ialah sistem kesehatan publik. Sistem tersebut menunjukkan keyakinannya akan hukum Tuhan, Sang Pencipta segalanya. Pendekatannya juga menyeluruh. Ia juga menekankan pentingnya kesehatan dan pencegahan penyakit secara konsisten. Ia mencetuskan perilaku hidup yang sehat dengan:
rumah yang layak huni (sesuatu yang langka di masanya, bahkan bagi mereka yang hidup makmur);
air dan udara yang bersih;
nutrisi yang baik;
kelahiran yang aman (tingkat kematian dalam proses kelahiran maupun pasca kelahiran karena demam, lebih tinggi);
perawatan anak yang benar, yang ditunjukkan dengan tidak satu anak pun yang menjadi pekerja.
Florence juga memegang peranan yang sangat penting dalam mengangkat harkat para perawat. Meskipun bila kita cermati, hal ini sudah dilakukan sejak Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya membangun rumah sakit di Kaiserswerth, Florence Nightingale-lah yang berperan menaikkan derajat para perawat sebagai profesional yang dihargai. Pada tahun 1860, ia mendirikan Nightingale Training School bagi para perawat di Rumah Sakit St. Thomas.
Pada tahun 1860, karya terbaiknya, Notes on Nursing dipublikasikan. Karya ini menjadi penting mengingat di dalamnya terdapat prinsip-prinsip keperawatan yang meliputi pengawasan yang teliti dan sensitif bagi para pasien.
Selain itu, minat dan kemampuan matematis yang dimilikinya semenjak kecil membuat Florence menjadi salah satu tokoh yang turut berperan penting dalam hal statistik. Ia mengompilasi, menganalisis, dan mempresentasikan pengamatan medisnya dengan bidang yang juga dikuasai ayahnya. Salah satu peranannya ialah dalam mempresentasikan informasi secara visual. Ia bisa dikatakan memperbaiki "grafik kue pie" yang diperkenalkan pertama kali oleh William Playfair pada tahun 1801. Dalam penjelasannya di hadapan anggota parlemen, Florence menggunakan grafik yang menyerupai histogram melingkar yang kita kenal belakangan, mengingat para anggota parlemen terlihat tidak suka membaca atau memahami laporan statistik tradisional.
Belakangan, Florence mempelajari sanitasi di India dengan statistik yang komprehensif. Ia juga menjadi orang terkemuka yang memperkenalkan pengembangan pelayanan medis dan kesehatan publik di sana. Atas perannya ini, ia menjadi wanita pertama yang berbagian dalam Royal Statistical Society, yang juga menjadi anggota kehormatan dari American Statistical Association.
Selain mempromosikan keseragaman statistik di rumah sakit -- sehingga memudahkan perbandingan menyeluruh di seluruh negeri, Florence juga merupakan salah satu penguji data yang berkenaan dengan kesehatan dan keselamatan. Ia juga menjadi orang pertama yang memimpin studi tingkat kelahiran anak-anak Aborigin di daerah-daerah koloni Inggris.
TENTANG IMAN KRISTENNYAFlorence meyakini Tuhan sebagai Pencipta dunia, sekaligus Allah yang mengatur dunia dengan hukum-Nya. Ia percaya bahwa setiap doa yang kita panjatkan bukanlah untuk membebaskan kita dari segala macam penyakit dan kelaparan sebab Allah tidak akan mengirimkan wabah penyakit dan kelaparan. Sebaliknya, manusialah yang harus mempelajari pergerakan dunia secara sosial maupun natural guna mempelajari hukum-hukum Tuhan, lalu berperan sebagai rekan sekerja Allah. Synergii merupakan kosakata Yunani yang digunakan Florence untuk menyebutkan hal ini. Ia memandang Allah sebagai inisiator. Akan tetapi, kita berbagian dalam mewujudnyatakan pekerjaan Allah di dunia ini.
Florence juga sangat aktif dalam berdoa. Ia sangat yakin bahwa Tuhan pasti menjawab setiap doa yang dipanjatkan. Ia juga menyadari bahwa doa yang tidak dikabulkan sangat mungkin disebabkan oleh alasan yang baik bahwa manusia belum siap untuk menerima apa yang ia minta. Selain itu, Florence juga dengan tegas menolak konsep litani dalam ibadah. Dalam Notes for Devotional Authors of the Middle Ages, ia menulis,
"Litani -- apakah kita mengetahuinya lebih dalam, tidak pantaskah kita menyebut mereka tidak beragama? -- adalah mengatakan kepada Tuhan apa yang harus dikerjakan-Nya, kita mengajari Tuhan. Sementara menurut kita, doa merupakan sarana bagi Tuhan untuk mengatakan apa yang harus kita lakukan, mengajari kita yang Ia lakukan dengan hukum-Nya."
AKHIR HIDUPFlorence Nightingale meninggal dalam tugasnya pada tahun 1868 karena penyakit tifus. Hanya mencapai usia 48 tahun, ia telah berjasa besar bagi dunia medis, khususnya menetapkan fondasi keperawatan. Betapa perawat adalah profesi yang penting dan harus diperlengkapi dengan pendidikan khusus. Tidak heran, bila profesi ini kini menjadi profesi yang sangat mulia, jauh melebihi pandangan masyarakat Inggris sebelumnya.
Florence Nightingale Masa kecilFlorence Nightingale lahir di Florence, Italy pada 12 Mei 1820 dan diberi nama berdasarkan kota dimana ia dilahirkan. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris.Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope.Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan.Perjalanan ke JermanDi tahun 1846 ia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman, dan mengenal lebih jauh tentang rumah sakit modern pionir yang dipelopori oleh Pendeta Theodor Fliedner dan istrinya dan dikelola oleh biarawati Lutheran (Katolik).Disana Florence Nightingale terpesona akan komitmen dan kepedulian yang dipraktekkan oleh para biarawati kepada pasien.Ia jatuh cinta pada pekerjaan sosial keperawatan, serta pulang ke Inggris dengan membawa angan-angan tersebut.Belajar merawat Pada usia dewasa Florence yang lebih cantik dari kakaknya, dan sebagai seorang putri tuan tanah yang kaya, mendapat banyak lamaran untuk menikah. Namun semua itu ia tolak, karena Florence merasa "terpanggil" untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan.Pada tahun 1851, kala menginjak usia 31 tahun, ia dilamar oleh Richard Monckton Milnes seorang penyair dan seorang ningrat (Baron of Houghton), lamaran inipun ia tolak karena ditahun itu ia sudah membulatkan tekad untuk mengabdikan dirinya pada dunia keperawatan.Ditentang oleh keluargaKeinginan ini ditentang keras oleh ibunya dan kakaknya. Hal ini dikarenakan pada masa itu di Inggris, perawat adalah pekerjaan hina dan sebuah rumah sakit adalah tempat yang jorok. Banyak orang memanggil dokter untuk datang ke rumah dan dirawat di rumah.Perawat pada masa itu hina karena:Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau "buntut" (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi. Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada dirumah sakit dengan tidak senonoh Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas. Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak. Argumentasi Florence bahwa di Jerman perawatan bisa dilakukan dengan baik tanpa merendahkan profesi perawat patah, karena saat itu di Jerman perawat juga biarawati Katolik yang sudah disumpah untuk tidak menikah dan hal ini juga secara langsung melindungi mereka dari perlakuan yang tidak hormat dari pasiennya.Walaupun ayahnya setuju bila Florence membaktikan diri untuk kemanusiaan, namun ia tidak setuju bila Florence menjadi perawat di rumah sakit. Ia tidak dapat membayangkan anaknya bekerja di tempat yang menjijikkan. Ia menganjurkan agar Florence pergi berjalan-jalan keluar negeri untuk menenangkan pikiran.Tetapi Florence berkeras dan tetap pergi ke Kaiserswerth, Jerman untuk mendapatkan pelatihan bersama biarawati disana. Selama empat bulan ia belajar di Kaiserwerth, Jerman dibawah tekanan dari keluarganya yang takut akan implikasi sosial yang timbul dari seorang gadis yang menjadi perawat dan latar belakang rumah sakit yang Katolik sementara keluarga Florence adalah Kristen Protestan.Selain di Jerman, Florence Nightingale juga pernah bekerja di rumah sakit untuk orang miskin di Perancis.Kembali ke InggrisPada 12 Agustus 1853, Nightingale kembali ke London dan mendapat pekerjaan sebagai pengawas bagian keperawatan di Institute for the Care of Sick Gentlewomen, sebuah rumah sakit kecil yang terletak di Upper Harley Street, London, posisi yang ia tekuni hingga bulan Oktober 1854. Ayahnya memberinya ₤500 per tahun (setara dengan ₤ 25,000 atau Rp. 425 juta pada masa sekarang), sehingga Florence dapat hidup dengan nyaman dan meniti karirnya.Disini ia beragumentasi sengit dengan Komite Rumah Sakit karena mereka menolak pasien yang beragama Katolik. Florence mengancam akan mengundurkan diri, kecuali bila komite ini merubah peraturan tersebut dan memberinya izin tertulis bahwa;"rumah sakit akan menerima tidak saja pasien yang beragama Katolik, tetapi juga Yahudi dan agama lainnya, serta memperbolehkan mereka menerima kunjungan dari pendeta-pendeta mereka, termasuk rabi, dan ulama untuk orang Islam" Komite Rumah Sakitpun merubah peraturan tersebut sesuai permintaan Florence.
Perang KrimPada 1854 berkobarlah peperangan di Semenanjung Krim. Tentara Inggris bersama tentara Perancis berhadapan dengan tentara Rusia. Banyak prajurit yang gugur dalam pertempuran, namun yang lebih menyedihkan lagi adalah tidak adanya perawatan untuk para prajurit yang sakit dan luka-luka.Keadaan memuncak ketika seorang wartawan bernama William Russel pergi ke Krim. Dalam tulisannya untuk harian TIME ia menuliskan bagaimana prajurit-prajurit yang luka bergelimpangan di tanah tanpa diberi perawatan sama sekali dan bertanya, "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?" tanyanya.Hati rakyat Inggrispun tergugah oleh tulisan tersebut. Florence merasa masanya telah tiba, ia pun menulis surat kepada menteri penerangan saat itu, Sidney Herbert, untuk menjadi sukarelawan.Pada pertemuan dengan Sidney Herbert terungkap bahwa Florence adalah satu-satunya wanita yang mendaftarkan diri. Di Krim prajurit-prajurit banyak yang mati bukan karena peluru dan bom, namun karena tidak adanya perawatan, dan perawat pria jumlahnya tidak memadai. Ia meminta Florence untuk memimpin gadis-gadis sukarelawan dan Florence menyanggupi.Pada 21 Oktober 1854 bersama 38 gadis sukarelawan lainnya mereka berangkat ke Turki menumpang sebuah kapal.Pada November 1854 mereka mendarat di sebuah rumah sakit pinggir pantai di Scutari. Saat tiba disana kenyataan yang mereka hadapi lebih mengerikan dari apa yang mereka bayangkan.Beberapa gadis sukarelawan terguncang jiwanya dan tidak dapat langsung bekerja karena cemas, semua ruangan penuh sesak dengan prajurit-prajurit yang terluka, dan beratus-ratus prajurit bergelimpangan di halaman luar tanpa tempat berteduh dan tanpa ada yang merawat.Dokter-dokter bekerja cepat pada saat pembedahan, mereka memotong tangan, kaki, dan mengamputasi apa saja yang membahayakan hidup pemilik, potongan-potongan tubuh tersebut ditumpuk begitu saja diluar jendela dan tidak ada tenaga untuk membuangnya jauh-jauh ke tempat lain. Bekas tangan dan kaki yang berlumuran darah menggunung menjadi satu dan mengeluarkan bau tak sedap.Florence diajak mengelilingi neraka tersebut oleh Mayor Prince, dokter kepala rumah sakit tersebut dan menyanggupi untuk membantu.Florence melakukan perubahan-perubahan penting. Ia mengatur tempat-tempat tidur para penderita didalam rumah sakit, dan menyusun tempat para penderita yang bergelimpangan di luar rumah sakit. Ia mengusahakan agar penderita yang berada diluar paling tidak bernaung dibawah pohon dan menugaskan pendirian tenda.Penjagaan dilakukan secara teliti, perawatan dilakukan dengan cermat;- Perban diganti secara berkala. - Obat diberikan pada waktunya. - Lantai rumah sakit dipel setiap hari. - Meja kursi dibersihkan. - Baju-baju kotor dicuci dengan mengerahkan tenaga bantuan dari penduduk setempat. Akhirnya gunungan potongan tubuh, daging, dan tulang-belulang manusiapun selesai dibersihkan, mereka dibuang jauh-jauh atau ditanam.Dalam waktu sebulan rumah sakit sudah berubah sama sekali, walaupun baunya belum hilang seluruhnya namun jerit dan rintihan prajurit yang luka sudah jauh berkurang. Para perawat sukarelawan bekerja tanpa kenal lelah hilir-mudik dibawah pengawasan Florence Nightingale.Ia juga menangani perawat-perawat lain dengan tangan besi - bahkan mengunci mereka dari luar pada malam hari. Ini dilakukan untuk membuktikan pada orang tua mereka di tingkat ekonomi menengah, bahwa dengan disiplin yang keras dan dibawah kepemimpinan kuat seorang wanita, anak-anak mereka bisa dilindungi dari kemungkinan serangan seksual.Ketakutan akan hal inilah yang membuat ibu-ibu di Inggris menentang anak perempuan mereka menjadi perawat, dan menyebabkan rumah sakit di Inggris ketinggalan dibandingkan di benua Eropa lainnya dimana profesi keperawatan dilakukan oleh biarawati dan biarawati-biarawati ini berada dibawah pengawasan Biarawati Kepala.Pada malam hari saat perawat lain beristirahat dan memulihkan diri, Florence menuliskan pengalamannya dan cita-citanya tentang dunia keperawatan, dan obat-obatan yang ia ketahui.Namun, kerja keras Florence membersihkan rumah sakit tidak berpengaruh banyak pada jumlah kematian prajurit, malah sebaliknya, angka kematian malah meningkat menjadi yang terbanyak dibandingkan rumah sakit lainnya di daerah tersebut. Pada masa musim dingin pertama Florence berada disana sejumlah 4077 prajurit meninggal dirumah sakit tersebut. Sebanyak 10 kali lipat prajurit malah meninggal karena penyakit seperti; tipes, tiphoid, kolera, dan disentri dibandingkan dengan kematian akibat luka-luka saat perang. Kondisi dirumah sakit tersebut menjadi sangat fatal karena jumlah pasien melimpah lebih banyak dari yang mungkin bisa ditampung, hal ini menyebabkan sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara memburuk.Pada bulan Maret 1855, hampir enam bulan setelah Florence Nightingale datang, komisi kebersihan Inggris datang dan memperbaiki sistem pembuangan limbah dan sirkulasi udara, sejak saat itu tingkat kematian menurun drastis.Namun Florence tetap percaya saat itu bahwa tingkat kematian disebabkan oleh nutrisi yang kurang dari suplai makanan dan beratnya beban pekerjaan tentara. Pemikiran ini baru berubah saat Florence kembali ke Inggris dan mengumpulkan bukti dihadapan Komisi Kerajaan untuk Kesehatan Tentara Inggris (Royal Commission on the Health of the Army), akhirnya ia diyakinkan bahwa saat itu para prajurit di rumah sakit meninggal akibat kondisi rumah sakit yang kotor dan memprihatinkan.Hal ini berpengaruh pada karirnya di kemudian hari dimana ia gigih mengkampanyekan kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama. Kampanye ini berhasil dinilai dari turunnya angka kematian prajurit pada saat damai (tidak sedang berperang) dan menunjukkan betapa pentingnya disain sistem pembuangan limbah dan ventilasi udara sebuah rumah sakit.

Bidadari berlampuPada suatu kali, saat pertempuran dahsyat diluar kota telah berlalu, seorang bintara datang dan melapor pada Florence bahwa dari kedua belah pihak korban yang berjatuhan banyak sekali.Florence menanti rombongan pertama, namun ternyata jumlahnya sedikit, ia bertanya pada bintara tersebut apa yang terjadi dengan korban lainnya. Bintara tersebut mengatakan bahwa korban selanjutnya harus menunggu sampai besok karena sudah terlanjur gelap.Florence memaksa bintara tersebut untuk mengantarnya ke bekas medan pertempuran untuk mengumpulkan korban yang masih bisa diselamatkan karena bila mereka menunggu hingga esok hari korban-korban tersebut bisa mati kehabisan darah.Saat bintara tersebut terlihat enggan, Florence mengancam akan melaporkannya kepada Mayor Prince.Berangkatlah mereka berenam ke bekas medan pertempuran, semuanya pria, hanya Florence satu-satunya wanita. Florence dengan berbekal lentera membalik dan memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimpangan, membawa siapa saja yang masih hidup dan masih bisa diselamatkan, termasuk prajurit Rusia.Malam itu mereka kembali dengan membawa lima belas prajurit, dua belas prajurit Inggris dan tiga prajurit Rusia.Semenjak saat itu setiap terjadi pertempuran, pada malam harinya Florence berkeliling dengan lampu untuk mencari prajurit-prajurit yang masih hidup dan mulailah ia terkenal sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita. Banyak nyawa tertolong yang seharusnya sudah meninggal.Pada 1857 Henry Wadsworth Longfellow, seorang penyair Inggris, menulis puisi tentang Florence Nightingale berjudul "Santa Filomena", yang melukiskan bagaimana ia menjaga prajurit-prajurit di rumah sakit tentara pada malam hari, sendirian, dengan membawa lampu."Pada jam-jam penuh penderitaan itu, datanglah bidadari berlampu untukku" Sekolah perawatDana NightingaleSetelah perang Krim berakhir nama Florence Nightingalepun terkenal, semua orang tahu siapa Florence Nightingale dan apa yang ia lakukan ketika ia berada di medan pertempuran Krim.Sekembalinya Florence ke London, ia diundang oleh tokoh-tokoh masyarakat. Mereka mendirikan sebuah badan bernama "Dana Nightingale", dimana Sidney Herbert menjadi Sekertaris Kehormatan dan Duke of Cambridge menjadi Ketuanya.Badan tersebut berhasil mengumpulkan dana yang besar sekali sejumlah ₤ 45.000 sebagai rasa terima kasih orang-orang Inggris karena Florence Nightingale berhasil menyeamatkan banyak jiwa dari kematian.Florence menggunakan uang itu untuk membangun sebuah sekolah perawat khusus untuk wanita yang pertama, saat itu bahkan perawat-perawat pria pun jarang ada yang berpendidikan.Florence beragumen bahwa dengan adanya sekolah perawat, maka profesi perawat akan menjadi lebih dihargai, ibu-ibu dari keluarga baik-baik akan mengijinkan anak-anak perempuannya untuk bersekolah disana dan masyarakat akan lain sikapnya menghadai seseorang yang terdidik.Sekolah tersebut pun didirikan di lingkungan rumah sakit St. Thomas Hospital, London. Dunia kesehatanpun menyambut baik pembukaan sekolah perawat tersebut.Saat dibuka pada 9 Juli 1860 berpuluh-puluh gadis dari kalangan baik-baik mendaftarkan diri, perjuangan Florence di Semenanjung Krim telah menghilangkan gambaran lama tentang perempuan perawat. Dengan didirikannya sekolah perawat tersebut telah diletakkan dasar baru tentang perawat terdidik dan dimulailah masa baru dalam dunia perawatan orang sakit. Kini sekolah tersebut dinamakan Sekolah Perawat dan Kebidanan Florence Nightingale (Florence Nightingale School of Nursing and Midwifery) dan merupakan bagian dari Akademi King College London.Sebagai pimpinan sekolah Florence mengatur sekolah itu dengan sebaik mungkin. Tulisannya mengenai dunia keperawatan dan cara mengaturnya dijadikan bahan pelajaran di sekolah tersebut.Saat tiba waktunya anak-anak didik pertama Florence menamatkan sekolahnya, berpuluh-puluh tenaga pemudi habis diambil oleh rumah sakit sekitar, padahal rumah sakit yang lain banyak meminta bagian.Perawat lulusan sekolah Florence pertama kali bekerja pada Rumah Sakit Liverpool Workhouse Infirmary. Ia juga berkampanye dan menggalang dana untuk rumah sakit Royal Buckinghamshire di Aylesbury dekat rumah tinggal keluarganya.Dengan perawat-perawat terdidik, era baru perawatan secara modernpun diterapkan ditempat-tempat tersebut.Dunia menjadi tergugah dan ingin meniru. Mereka mengirimkan gadis-gadis berbakat untuk dididik di sekolah tersebut dan sesudah tamat mereka diharuskan mendirikan sekolah serupa di negerinya masing-masing.Pada 1882 perawat-perawat yang lulus dari sekolah Florence telah tumbuh dan mengembangkan pengaruh mereka pada awal-awal pengembangan profesi keperawatan. Beberapa dari mereka telah diangkat menjadi perawat senior (matron), termasuk di rumah sakit-rumah sakit London seperti St. Mary's Hospital, Westminster Hospital, St Marylebone Workhouse Infirmary dan the Hospital for Incurables (Putney); dan diseluruh Inggris, seperti: Royal Victoria Hospital, Netley; Edinburgh Royal Infirmary; Cumberland Infirmary; Liverpool Royal Infirmary dan juga di Sydney Hospital, di New South Wales, Australia.Orang sakit menjadi pihak yang paling beruntung disini, disamping mereka mendapatkan perawatan yang baik dan memuaskan, angka kematian dapat ditekan serendah mungkin. Buku dan buah pikiran Florence Nightingale menjadi sangat bermanfaat dalam hal ini.
Buku KeperawatanPada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer dikalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar diseluruh dunia.Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan bayi.Penghargaan[/list]Pada tahun 1883 Florence di anugrahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria. [/list]Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, dihadapan beratus-ratus undangan menganugrahkan Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini. [/list]Pada 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari kota London. Meninggal duniaFlorence Nightingale meninggal dunia di usia 90 tahun pada 13 Agustus 1910. Keluarganya menolak untuk memakamkannya di Westminster Abbey, dan ia dimakamkan di Gereja St. Margaret yang terletak di East Wellow, Hampshire, Inggris.
Pada 28 Maret 1854 Kekaisaran Rusia menyatakan perang terhadap negara-negara sekutu di Eropa yang terdiri atas Prancis, Inggris Raya, Kerajaan Sardinia, dan Kekaisaran Ottoman. Perang pun meletus dan terpusat di Semenanjung Crimean di bagian barat Turki. Perang yang membara hingga tahun 1856 ini kemudian dikenal sebagai Perang Crimean.Kabar tentang kebrutalan Perang Crimean, juga penderitaan para tentara dan korban perang, menggugah hati seorang perempuan Inggris, Florence Nightingale. Dia kemudian merekrut, melatih, dan mempekerjakan sekelompok perawat dan berangkat ke Turki untuk memberikan bantuan perawatan medis.
Florence Nightingale
Florence Nightingale lahir 12 Mei 1820 dari keluarga Inggris kaya yang tinggal di Italia. Nama depannya diambil dari kota tempat ia lahir, Florence. Dengan status sosialnya Nightingale bisa hidup mewah. Namun, panggilan jiwa mendorongnya untuk memilih kehidupan yang kala itu dianggap tidak masuk akal. Meski ditentang keluarganya, Florence Nightingale menetapkan hati untuk mengabdikan diri pada dunia keperawatan. Padahal profesi perawat pada masa itu dipandang dengan sebelah mata, tak beda dari tukang masak.Pada Desember 1844 terjadi kematian massal kaum miskin di kamp pekerja di London. Nightingale pun menuntut peningkatan perawatan medis bagi kaum miskin. Dia bergabung untuk mendukung Charles Villiers, Presiden Poor Law Board. Aktivitas ini mendorongnya aktif dalam menuntut reformasi Undang-undang Kemiskinan, jauh melampaui tuntutan sebelumnya, yaitu perawatan medis bagi kaum miskin.Tahun 1846 dia mengunjungi Kaiserswerth, Jerman. Di sana Nightingale belajar lebih banyak tentang rumah sakit pertama di negara itu yang dirintis Theodore Fliedner dan dikelola oleh seorang Lutheran. Nightingale amat terkesan oleh kualitas perawatan, komitmen, serta praktik-praktik yang dilakukan para Lutheran di rumah sakit itu.Karier pertama Nightingale sebagai perawat dimulai tahun 1851, saat mengikuti pelatihan di Jerman. Pada 22 Agustus 1853 dia memegang posisi sebagai superintenden pada Institute for the Care of Sick Gentlewomen di Upper Harley Street, London.Menata Sistem PerawatanPada 21 Oktober 1854 Nightingale beserta 38 tenaga sukarela didikannya berangkat ke Turki. Setelah melewati rute sejauh 545 kilometer dan menyeberangi Laut Hitam, pada November 1854 rombongan itu tiba di Scutari, markas tentara Inggris. Nightingale mendapati kondisi para tentara yang terluka demikian mengenaskan. Kondisi buruk itu lebih disebabkan kurangnya tenaga medis, minimnya persediaan obat-obatan, nilai higienis yang terabaikan, infeksi massal, serta tak adanya peralatan untuk memproses makanan.Nightingale dan timnya segera bekerja. Mereka membersihkan rumah sakit dan peralatan medis serta memperbaiki perawatan pasien. Kerja keras Nightingale dan kawan-kawannya berhasil menekan angka kematian di Scutari. Kenyataan itu mendorong pemerintah Inggris untuk mengirimkan komisi sanitasi pada Maret 1855.Nightingale yakin tingginya angka kematian pada Perang Crimean disebabkan suplai gizi yang buruk serta kelelahan. Dia kemudian menyerahkan bukti-bukti yang dikumpulkannya kepada Komisi Kerajaan yang bertanggung jawab atas kesehatan tentara. Berdasarkan bukti-bukti tersebut dia yakin kematian para tentara di rumah sakit lebih karena kondisi rumah sakit yang buruk Pada 7 Agustus 1857 Nightingale kembali ke Inggris dan disambut sebagai pahlawan. Sepulang dari Scutari, dia memainkan peran penting dalam pengesahan Komisi Kerajaan atas Kesehatan Tentara, yang memilih Sidney Herbert sebagai ketua. Florence Nightingale tidak terpilih sebagai ketua karena pada masa itu perempuan tidak dapat menduduki posisi sebagai ketua sebuah komisi kerajaan.Nightingale menyumbangkan 45 ribu poundsterling untuk mendirikan Nightingale Training School di St Thomas Hospital pada 9 Juli 1960 (kini dikenal sebagai Florence Nightingale School of Nursing and Midwife, bagian dari King’s College London). Kelas Nightingale pertama diadakan pada 16 Mei di tahun yang sama di Liverpool Workhouse Infirmary. Nightingale juga berkampanye dan mengumpulkan dana untuk Royal Buckinghampshire Hospital di Aylesbury yang berdekatan dengan rumah keluarganya.Nightingale kemudian menulis Notes on Nursing yang terbit tahun 1860. Buku tipis 136 halaman ini menjadi buku pegangan untuk Nightingale School dan sekolah keperawatan lain. Nightingale mendapat anugerah Royal Red Cross oleh Ratu Victoria pada 1883 dan menjadi perempuan pertama penerima anugerah Order of Merit tahun 1907. Pada tahun 1908 dia memperoleh penghargaan Honorary Freedom oleh City of London.Pada 13 Agustus 1910 Nightingale wafat karena fatigue syndrome kronis yang menderanya sejak 1896. Perjuangan Florence Nightingale menginspirasi para juru rawat pada masa perang sipil Amerika. International Council of Nurses (ICN) merayakan hari lahir Florence Nightingale sebagai Hari Perawat Internasional. Pada 1953 Dorothy Sutherland, pegawai Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan Amerika Serikat, meminta Presiden Eisenhower mengesahkan tanggal 12 Mei sebagai Hari Perawat, namun ditolak. Upaya mengenang dan menghargai perjuangan dan pengorbanan Florence Nightingale dalam merintis sistem kerja juru rawat yang profesional dan modern itu baru terwujud pada Januari 1974.

2 komentar: